Selasa, 05 Mei 2009

Silaturrahmi

Silaturrahmi merupakan salah satu ajaran dalam Islam akan tetapi masih banyak yang belum memahami hakikat dan faidah-faidah silaturahmi. Artikel ini mengupas pengertian, faidah dan tips dalam mempererat silaturahmi

Shilah artinya Hubungan atau menghubungkan sedangkan ar-Rahm berasal dari Rahima-Yarhamu-Rahmun/ Rahmatan yang berarti lembut dan kasih sayang. Taraahamal-Qaumu artinya kaum itu saling berkasih sayang. Taraahama 'Alayhi berarti mendo'akan seseorang agar mendapat rahmat. Sehingga dengan pengertian ini seseorang dikatakan telah menjalin silaturrahmi apabila ia telah menjalin hubungan kasih sayang dalam kebaikan bukan dalam dosa dan kema'siatan.

Selain itu kata ar-Rahm atau ar-Rahim juga mempunyai arti peranakan (rahim) atau kekerabatan yang masih ada pertalian darah (persaudaraan). Inilah keunikan Bahasa Arab, Satu kata saja sudah dapat menjelaskan definisinya sendiri tanpa bantuan kata-kata lain. Dengan demikian Shilaturrahmi atau Shilaturrahim secara bahasa adalah menjalin hubungan kasih sayang dengan saudara dan kerabat yang masih ada hubungan darah (senasab). Seseorang tidak dapat dikatakan menjalin hubungan silaturrahmi bila ia berkasih sayang dengan orang lain sementara saudara dan kerabatnya dia jadikan musuh. Islam dalam hal ini mengajarkan kepada kita tentang skala prioritas, yaitu dahulukanlah keluarga dan kaum kerabatmu baru kemudian orang lain. Hubungan baik dengan orang lain jangan sampai merusak hubungan kekeluargaan. Hubungan kasih sayang dengan istri jangan sampai merusak hubungan kita dengan orang tua dan saudara.

Peliharalah Tali Silaturrahmi, maksudnya peliharalah hubungan kekeluargaan kamu. Jangan sampai kamu lupa dengan nasab kamu, orang tua kamu, saudara-saudara kamu dan kerabat-kerabat kamu. Setelah itu baru peliharalah hubungan kasih sayang dengan orang-orang mu`min sebagaimana dengan saudara sendiri.
Anjuran menjalin Silaturrahmi adalah anjuran untuk tidak melupakan nasab dan hubungan kekerabatan. Satu-satunya bangsa yang paling hebat dalam menjalankan silaturrahmi adalah bangsa Arab. Mengapa? Karena mereka tidak lupa nenek moyang mereka. Makanya mereka selalu mengaitkan nama mereka dengan bapak, dan kakek-kakek mereka ke atas. Oleh karena itu dalam nama mereka pasti ada istilah bin atau Ibnu yang artinya anak.
Nabi kita Muhammad Saw mengetahui nasabnya sampai beberapa generasi sebelumnya. Nasab beliau adalah Muhammad bin 'Abdullah bin 'Abdul-Muthalib bin Hasyim bin Abdul- Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan.
Bukan hanya Nabi yang seperti itu, hampir seluruh orang-orang Arab mengetahui nasabnya masing-masing sampai beberapa generasi sebelumnya. Hubungan kekeluargaan dan persaudaraan diantara mereka sangat kuat. Allah menjadikan mereka sebagai contoh untuk diteladani. Lalu bagaimana dengan bangsa-bangsa lain dan bangsa kita yang kebanyakan mengetahui hanya sampai kakek dan buyut. Akibat pengetahuan nasab yang terbatas ini maka efeknya sangat memprihatinkan. Diantaranya tidak mengetahui saudaranya yang jauh, menganggap bahwa dirinya tidak punya saudara, tidak mendapat bantuan dan pertolongan bila dirinya mengalami kesengsaraan, tidak punya tempat untuk mengadu dan meminta pertolongan kecuali orang lain. Akhirnya ujung-ujungnya timbullah kemiskinan, anak gelandangan, dan lain sebagainya. Padahal seandainya mereka mengetahui nasab mereka siapa tahu bahwa direktur perusahaan disamping gubuknya adalah saudaranya dari buyut kakeknya.
Inilah salah satu hikmah perintah bersilaturrahmi. Bersilaturrahmi atau menjalin hubungan kasih sayang yang kuat diantara saudara dan keluarga pihak kakek dan nenek ke atas. Kalau bisa kita menghafalnya sebagaimana bangsa Arab menghafal nasab-nasab mereka baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu.
Allah dalam al-Qur`an secara spesifik memerintahkan umat Islam untuk menjalin silaturrahmi/ silaturrahim;

يَاأيّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَ بَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَ نِسَآءً وَاتَّقُوْا اللهَ الًّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَ الأرْحَامَ إنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْـبًا (النساء : 1)

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu (an-Nisa`:1)

Dari Miqdam ra bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:

إنَّ اللهَ يُوْصِيْكُمْ بِأُمَّهَاتِكُمْ إنَّ اللهَ يُوْصِيْكُمْ بِأبآئِكُمْ إنَّ اللهَ يُوْصِيْكُمْ بِالْأَقْرَبِ فَالْأقْرَبِ

Sesungguhnya Allah berwasiat agar kalian berbuat baik kepada ibu-ibumu, sesungguhnya Allah berwasiat agar berbuat baik kepada bapak-bapakmu dan sesungguhnya Allah berwasiat kepada kamu agar berbuat baik kepada sanak kerabatmu (Silsilah Hadits Shahih; al-Albani)

Menyambung hubungan kekerabatan adalah wajib dan memutuskannya merupakan dosa besar. Dari Jubair bin Muth'im bahwa Nabi Saw bersabda:

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحْمٍ (متفق عليه)
Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan persaudaraan (Muttafaq 'Alaih)

Silaturrahmi tidak hanya bagi saudara sedarah (senasab) tapi juga saudara seiman. Allah Swt memerintahkan agar kita menyambung hubungan baik dengan orang tua, saudara, kaum kerabat, dan orang-orang mu`min yang lain. Namun dalam hubungan silaturrahmi yang diutamakan adalah sanak famili yang masih ada hubungan darah (senasab) baru kemudian orang-orang beriman yang tidak ada hubungan darah dengan kita. Karena mereka-lah yang lebih dekat hubungannya dengan kita.

Begitu juga apabila kita meminta bantuan maka yang lebih layak kita minta adalah sanak famili kita, baru kemudian orang lain. Karena mereka dan kita sama-sama punya hak dan kewajiban untuk saling tolong-menolong.
Di dalam Islam anjuran berinfak ditujukan kepada kaum kerabat kita yang miskin dulu baru kepada orang lain. Allah berfirman :

... وَ أُوْلُوْا الأرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِيْ كِتَابِ اللهِ مِنَ المُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُهَاجِرِيْنَ إلاَّ أنْ تَفْعَلُوْآ إلَى أوْلِيَآئِكُمْ مَّعْرُوْفًا ... (الأحزاب : 6)

... Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) menurut Kitab Allah daripada orang-orang Mukmin (lain) dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada mereka (saudaramu seiman)… (al-Ahzab: 6)

Apabila manusia memutuskan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah untuk dihubungkan. Maka ikatan sosial masyarakat akan hancur berantakan, kerusakan menyebar di setiap tempat, permusuhan terjadi dimana-mana, sifat egoisme muncul kepermukaan. Sehingga setiap individu masyarakat menjalani hidup tanpa petunjuk, seorang tetangga tidak mengetahui hak tetangganya, seorang faqir merasakan penderitaan dan kelaparan sendirian karena tidak ada yang peduli.
Dan jangan sampai kita memutuskan tali silaturrahmi hanya karena gara-gara pekerjaan dan jabatan. Silaturrahmi lebih tinggi nilainya dari itu semua. Allah berfirman :

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إنْ تَوَلَّيْتُمْ أنْ تُفْسِدُوْا فِي الأرْضِ وَتُقَطَِعُوْآ أرْحَامَكُمْ (محمد: 22)

Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan (silaturrahim) ? (QS. Muhammad: 22)

Kiat-Kiat Mempererat Hubungan Silaturrahmi

1. Mendahulukan Sanak-Famili yang terdekat dalam segala kebaikan, terutama orang tua. Orang tua adalah kerabat terdekat yang mempunyai jasa tidak terhingga dan kasih sayang yang besar sehingga seorang anak wajib mencintai, menghormati dan berbuat baik kepada kedua orang tuanya walaupun keduanya musyrik. Kedua orangtuanya berhak mendapat perlakuan baik di dunia namun bukan mengikuti kesyirikannya. Apabila mereka faqir maka kewajiban kitalah yang membantunya pertama kali. Kemudian saudara-saudara kita seperti paman dan bibi baru setelah itu orang lain yang seiman. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra dari Nabi Saw :

أَمَّا شَعُرْتَ أَنَّ عَمَّ الرَّجُلِ صَنُوْ أبِيْهِ

Apakah kamu tidak sadar bahwa paman seseorang adalah saudara bapaknya.

2. Mengingat Kebaikan Sanak-Famili kita, tanpanya mungkin kita tidak akan berarti.

3. Menghafal Nasab dan seluruh nama-nama saudara kita, dari mulai kakek dan nenek ke atas sampai kepada keturunan-keturunan mereka. Untuk hal ini sebaiknya kita membuat diagram silsilah keluarga agar dapat diingat oleh generasi berikutnya supaya mereka tetap melanjutkan tali silaturrahmi setelah kita tiada (meninggal).

4. Jangan menyakiti, menzhalimi dan berbuat buruk kepada sanak-famili kita. Sebaiknya kita-lah yang menjadi solusi untuk memecahkan segala permasalahan mereka.

Sesungguhnya orang-orang yang selalu menjaga tali silaturrahmi akan diberkahi oleh Allah dalam usahanya, rizki dan umurnya. Dari Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda :

مَنْ أحَبَّ أنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَ يُنْسَأ لَهُ فِي أثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَه (متفق عليه)

Barangsiapa yang senang diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya (diberkahi), maka hendaklah ia bersilaturrahmi (Muttafaq 'Alaih)

Kamis, 23 April 2009

Republic of Indonesia 
Manfaat Makan Pete
Manfaat makan pete Anda semua pasti mengenal bahwa Petey (Pete) sebagai buah yang membuat bau mulut dan bau sangat tidak sedap. Tapi mungkin banyak diantara anda tidak mengetahui bahwa pete mengandung 3 macam gula alami yaitu sukrosa, fruktosa dan glukosa yang dikombinasikan dengan serat...

19:38 ·

Pimpinan yang Filosof

Memilih Pemimpin yang Filosof
Piskologi manusia menurut Plato
Prilaku manusia bersumber pada tiga hal: Nafsu, Emosi, dan Pengetahuan. Nafsu berpusat pada sulbi. Sulbi adalah reservoir energy, terutama enerti seksual, yang melakukan hasrat, keinginan, implus, dan gharizah (naluri).
Emosi berada didalam jantung. Dari jantung mengalir darah, semangat, ambisi, dan keberanian. Pengetahuan terletak di kejpala. Kepala-atau lebih khusus lagi, otak-melahirkan pemikiran, intelektual, dan akal.
Manusia memiliki ketiganya dalam berbagai tingkatan. Ada manusia yang dikuasai sulbinya, ia menjadi rakus, mengejar kekayaan dan kenikmatan. Baginya kebajikan tertinggi adalah pemilikan. Manusia seperti ini cocok untuk di didik pedagang, pengusaha, dan pengelola industry. Ada orang yang dikuasai jantungnya. Ia menjadi sangat perasa, berusaha mencari kemenangan. Kebajikan tertinggi terletak pada penaklukan. Bagi mereka kebahagiaan harus di cari di medan perang, bukan di pasar. Orang ini layak di didik menjadi tentara, prajurit, dan pahlawan di pertempuran.
Tentu saja, ada insan istimewa yang dikuasai kepalanya. Ia tidak tertarik pada kekayaan, juga tidak dari kemenangan. Tempat paling indah baginya bukan pasar, juga bukan medan perang; tetapi tempat sunyi, ketika ia melahirkan gagasan-gagasan cemerlang. Bagi insane ini, kebajikan tertinggi adalah kearifan. Orang-orang semacam ini lah yang harus menjadi seorang pemimpin, yang berhak mengatur suatu masyarakat, atau Negara.
Demikianlah penjelasan Plato tentang Piskologi manusia.
Celaka bila manusia-sulbi menjadi pemimpin, karena mereka akan menjadikan rakyatnya sebagai komoditas pribadinya, celaka juga kita bila pemimpinnya adalah manusia jantung, karena mereka akan menimbulkan peperangan.

Kamis, 22 Januari 2009

Kenapa kita harus shalat.....?

Shallat (sembahyang)

Rasulullah saw. bersabda yang artinya, "Amal yang pertama kali dihisab padahari kiamat dari seorang hamba adalah salatnya. Jika salatnya baik maka telah sukses dan beruntunglah ia, sebaliknya, jika rusak, sungguh telah gagal dan merugilah ia." (HR Tirmizi dan yang lain dari Abu Hurairah. Ia berkata, "Hasan Gharib.")

Perintah Shalat
Perintah Shalat bagi orang-orang awam mungkin karena takut oleh Murka Allah, dan takut masuk neraka atau sekedar ritual-ritual keagamaan biasa sebagai tanda syarat untuk disebut sebagai orang islam. Atau untuk mendapatkan syurga dan terlepas dari api neraka. Orang seperti ini

sholatnya hanya karena mengharapkan “upah” sehingga dalam mengerjakan perintah Allah seolah-olah terpaksa.
Bahkan diantaranya ada yang berpendapat tanpa pengetahuan tentang-Nya, mengatakan bahwa Allah tidak butuh disembah, dan tanpa disembah pun-Dia tetap Allah., ia benar Allah tidak minta untuk disembah, bahkan tanpa disembah pun tetap Allah, mana mungkin Allah meminta kepada hasil ciptaan-Nya. pemikiran orang-orang seperti itu seakan-akan shalat adalah kepentingan Allah. Dan yang diantaranya menyatakan Allah tidak butuh disembah, maka untuk apa kita shalat!
Dalam Al-Quran Allah SWT. Menjelaskan:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
wamaa khalaqtu aljinna waal-insa illaa liya'buduuni

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Adz Dzaariyaat 51:56)

Jika kita tahu apa shalat ith?, mengapa kita harus shalat ?, apa manfaat dan kepentingan shalat bagi kita. ?

Shalat 5 waktu merupakan kewajiban yang harus ditegakan oleh setiap muslim yang sudah akil baligh, baik laki-laki mupun perempuan, dalam keadaan sehat maupun sakit. Dasar kewajiban shalat ini adalah dalam Al-Qur’an dan Hadis.

Firman Allah SWT :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
wamaa umiruu illaa liya'buduu allaaha mukhlishiina lahu alddiina hunafaa-a wayuqiimuu alshshalaata wayu/tuu alzzakaata wadzaalika diinu alqayyimati

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah (mengabdi kepada)Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus1596, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Al-Bayyinah 98: 5)
وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ وَارْكَعُواْ مَعَ الرَّاكِ
wa-aqiimuu alshshalaata waaatuu alzzakaata wairka'uu ma'a alrraaki'iina
“Dan dirikanlah Shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah bersama orang-orang yang ruku.
عِينَ
(Qs. 2:43)

Dari ayat-ayat di atas sudah jelas yang dimaksud dengan menyembah adalah mengabdi hanya kepada Allah SWT. saja, dan shalat adalah suatu keharusan karena merupakan sarana untuk mengadakan pendekatan kepada-Nya, jika kita ingin selamat dunia-akhirat.

Salahsatu contoh jika kita dekat dengan atasan kita, kita patuh pada atasan kita, kita patuh pada perintahnya, sudah pasti atasan kita akan menyayang kita, apapun yang kita inginkan akan dikabulkannya tanpa timbang menimbang.
Maka jadilah abdi Allah dan jangan jadi Abdi manusia atau jin. Patauhlah hanya kepada Allah saja.

Seperti yang dijelaskan dalam Hadis Qudsi Allah berfirman:

“ ahai hamba-Ku, Aku tidak menjadikan kamu agar Aku terhibur dari kesepian, atau untuk membanyakan bilangan kamu dari kekurangan, atau meminta pertolongan kamu dalam perkara yang Aku lemah, begitu juga bukan dengan tujuan untuk mendapatkan manfaat atau menolak kemudharatan. Hanyasanya Aku menjadikan kamu untuk beribadat kepada-Ku dan berzikir serta bertasbih kepada-Ku setiap pagi dan petang.”
Marilah kita kembalikan manusia kepada Allah. Marilah kita perkenalkan Allah itu kepada manusia supaya manusia kenal akan Allah. Kerana awal-awal agama mengenal Allah. Selagi kita belum kenal Allah, selagi itu kita belum mampu untuk beragama atau untuk menegakkan agama.
Mengenal Allah itu tidak cukup sekadar tahu tentang Allah atau tahu tentang sifat-sifat Allah secara ilmunya, tetapi ialah merasakannya di hati. Hati rasa bertuhan, hati merasa Allah sentiasa melihat, hati merasa Allah itu Maha Mendengar, hati merasakan Allah itu berkuasa berbuat apa saja kepada hamba-Nya, hati merasakan Allah itu pengasih dan penyayang yang sentiasa mencurahkan rezeki kepada hamba-Nya.
Setelah hati ada rasa bertuhan, secara automatik hati akan dipenuhi rasa kehambaan, iaitu rasa lemah, rasa berdosa, rasa bergantung harap kepada-Nya. Hati rasa takut dan cinta dengan Tuhan sepertimana yang dirasakan oleh para Sahabat yang dididik oleh Rasulullah lebih 1400 tahun dahulu. Qs. 16. An Nahal:49
Alam Semesta Dan Fitrahnya Dalam Tunduk Dan Patuh Kepada Allah
Sesungguhnya alam semesta ini: langit, bumi, planet, bintang, hewan, pepohonan, daratan, lautan, malaikat, serta manusia seluruh-nya tunduk kepada Allah dan patuh kepada perintah kauniyah-Nya. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:

أَفَغَيْرَ دِينِ اللّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ طَوْعاً وَكَرْهاً وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
afaghayra diini allaahi yabghuuna walahu aslama man fii alssamaawaati waal-ardhi thaw'an wakarhan wa-ilayhi yurja'uuna

“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.” (Ali Imran: 83)

وَقَالُواْ اتَّخَذَ اللّهُ وَلَداً سُبْحَانَهُ بَل لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ كُلٌّ لَّهُ قَانِتُونَ
waqaaluu itakhadza allaahu waladan subhaanahu bal lahu maa fii alssamaawaati waal-ardhi kullun lahu qaanituuna

“ Mereka (orang-orang kafir) berkata: "Allah mempunyai anak". Maha Suci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepada-Nya.” (Al-Baqarah: 116)


وَلِلّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مِن دَآبَّةٍ وَالْمَلآئِكَةُ وَهُمْ لاَ يَسْتَكْبِرُونَ
walillaahi yasjudu maa fii alssamaawaati wamaa fii al-ardhi min daabbatin waalmalaa-ikatu wahum laa yastakbiruuna

“Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para maaikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri.”


أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَمَن فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِّنَ النَّاسِ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ وَمَن يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِن مُّكْرِمٍ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ
alam tara anna allaaha yasjudu lahu man fii alssamaawaati waman fii al-ardhi waalsysyamsu waalqamaru waalnnujuumu waaljibaalu waalsysyajaru waalddawaabbu wakatsiirun mina alnnaasi wakatsiirun haqqa 'alayhi al'adzaabu waman yuhini allaahu famaa lahu min mukrimin inna allaaha yaf'alu maa yasyaa/u

“Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (AL-Hajj 22:18)

"Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gu-nung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan seba-gian besar daripada manusia?” "Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari." (Ar-Ra'd: 15)

Jadi seluruh benda alam semesta ini tunduk kepada Allah, patuh kepada kekuasaanNya, berjalan menurut kehendak dan perintahNya. Tidak satu pun makhluk yang mengingkariNya. Semua menjalankan tugas dan perannya masing-masing serta berjalan menurut aturan yang sangat sempurna. Penciptanya sama sekali tidak memiliki sifat kurang, lemah dan cacat. Allah
Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدَهِ وَلَـكِن لاَّ تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيماً غَفُوراً
tusabbihu lahu alssamaawaatu alssab'u waal-ardhu waman fiihinna wa-in min syay-in illaa yusabbihu bihamdihi walaakin laa tafqahuuna tasbiihahum innahu kaana haliiman ghafuuraan

Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Al-Isra'17: 44)

Jadi seluruh makhluk, baik yang berbicara maupun yang tidak, yang hidup maupun yang mati, semuanya tunduk kepada perintah kauniyah Allah. Semuanya menyucikan Allah dari segala kekurangan dan kelemahan, baik secara keadaan maupun ucapan.
Orang yang berakal pasti semakin merenungkan makhluk-makhluk ini, semakin yakin itu semua diciptakan dengan hak dan untuk yang hak. Bahwasanya ia diatur dan tidak ada pengaturan yang keluar dari aturan Penciptanya. Semua meyakini Sang Pencipta dengan fitrahnya.
Imam Ibnu Taimiyah berkata, "Mereka tunduk menyerah, pasrah dan terpaksa dari berbagai segi, di antaranya:
Keyakinan bahwa mereka sangat membutuhkanNya.
Kepatuhan mereka kepada qadha', qadar dan kehendak Allah yang ditulis atas mereka.

Permohonan mereka kepadaNya ketika dalam keadaan darurat atau terjepit.

Seorang mukmin tunduk kepada perintah Allah secara ridha dan ikhlas. Begitu pula ketika mendapatkan cobaan, ia sabar menerima-nya. Jadi ia tunduk dan patuh dengan ridha dan ikhlas."[1]
Sedangkan orang kafir, maka ia tunduk kepada perintah Allah yang bersifat kauni (sunnatullah).
Adapun maksud dari sujudnya alam dan benda-benda adalah ketundukan mereka kepada Allah. Dan masing-masing benda bersujud menurut kesesuaiannya, yaitu suatu sujud yang sesuai dengan kon¬disinya serta mengandung makna tunduk kepada Ar-Rabb. Dan ber¬tasbihnya masing-masing benda adalah hakikat, bukan majaz, dan itu sesuai dengan kondisinya masing-masing.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menafsirkan firman Allah Subhannahu wa Ta'ala :

أَفَغَيْرَ دِينِ اللّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ طَوْعاً وَكَرْهاً وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
afaghayra diini allaahi yabghuuna walahu aslama man fii alssamaawaati waal-ardhi thaw'an wakarhan wa-ilayhi yurja'uuna

Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan. (Ali Imran3: 83)

Dengan mengatakan, "Allah Subhannahu wa Ta'ala menyebutkan ketundukan benda-benda secara sukarela dan terpaksa, karena seluruh makhluk wajib beribadah kepadaNya dengan penghambaan yang umum, tidak peduli apakah ia mengakuiNya atau mengingkariNya. Mereka semua tunduk dan diatur. Mereka patuh dan pasrah kepadaNya secara rela maupun terpaksa."[2]

Tidak satu pun dari makhluk ini yang keluar dari kehendak, takdir dan qadha’Nya. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah. Dia adalah Pencipta dan Penguasa alam. Semua milikNya. Dia bebas berbuat terhadap ciptaanNya sesuai dengan kehendakNya. Semua adalah ciptaanNya, diatur, diciptakan, diberi fitrah, membutuhkan dan dikendalikanNya. Dialah Yang Mahasuci, Mahaesa, Mahaperkasa, Pencipta, Pembuat dan Pembentuk.

“Manusia tidak datang kebumi untuk tinggal selam-lamanya” (Yunus Maharaj)

Bahwa kehidupan, dilihat dari permulaan hingga akhirnya, adalah satu rangkaian pendidikan dari jaman ke jaman hingga akhirnya.

“Kehidupan adalah lembaga pendikikan, suatu tingkatan zaman ke zaman hingga akhirnya. “
Dari zaman Nabi pertama turun yaitu Nabi Adam As. hingga pada Nabi akhir zaman Muahammad saw.
Pada zaman Nabi Adam as. hingga zaman Nabi Musa A.s. sistem pengajaran belum melalui kitab, masih berupa gambar-gambar atau brosur-brosur kecil yang disebut “Surf”, ini setaraf tingkatan taman kanak-kanak yang belum mengenal tulisan. Pada zaman Nabi Musa A.s. selain menerima surf beliau juga menerima kitab yaitu “Taurat” yang berisi hukum-ukum kemasyarakatan, jaman ini setaraf dengan tingkatan sekolah dasar atau “SD”. Pada zaman Nabi Daud. A.s. menerima kitab “Zabur” yang berisi pujian-pujian terhadap Tuhan, yang berupa syair-syair lagu, jaman ini setaraf dengan tingkatan sekolah menengah pertama atau “SMP”. Dan pada zaman Nabi Isa. A.s. menerima kitab “Injil” sebagai pelengkap kitab Taurat dan Zabur, jaman ini setaraf dengan tingkatan sekolah menengah pertama atau “SMA”.dan yang terakhir Nabi Akhir Zaman yaitu Muhammad s.a.w. beliau menerima kitab Al-Qur’an sekaligus sebagai kitab penutup dan kitab terakhir diturunkan Allah swt. yang dibawa oleh malaikat Jibril A.s jaman ini setaraf dengan tingkatan “Perguruan Tinggi” dan kelak jika sudah datang batas waktunya yang ditentukan Allah. Swt. semua akan diperlihatkan catatan-catatan kehidupan. Setaraf dengan para Wisudawan-wisudawan, bagi yang memenuhi syarat.

Dalam Islam, shalat menempati kedudukan yang amat penting sebagai salah satu dari rukun Islam yang lima, shalat merujpakan fondasi yang kukuh bagi tegaknya Islam. Didalam sebuah hadis Rasulullah S.A.W. bersabda:

“Shalat itu tiang Agama, maka barang siapa mendirikan shalat, berarti ia telah menegakan agama. Barang siapa meninggalkan shalat berarti ia telah meruntuhkan fondasi agama”



إِنَّمَا تُوعَدُونَ لَصَادِقٌ
innamaa tuu'aduuna lashaadiqun
” sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar.

selain itu shalat juga mempunyai kedudukan yang sangat menentukan, yaitu menentukan diterima atau tidaknya amal manusia. Hal ini dinyatakan dalam sebuah adis:
Artinya:
“Sesungguhnya amal manusia yang paling pertama kali dihisap (diperiksa) pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya diterima, maka diterima pula amalan yang lain. dan jika shalatnya ditolak, maka ditolakpula amalan yang lain” (H.R. Tabrani)

Shalat adalah tangga menuju kedekatan (Qurb) kepada Tuhan. Shalat adalah amanah yang dimasukan kedalam penjagaan manusia oleh Tuhan yang Maha Kuasa, suatu hubungan rahasia yang berlangsung antara penyembah dengan yang Disembah.. Dalam tulisan ini hubungan rahasia tersebut akan kita coba untuk mengetahuinya ini hanya sekedar bagian terkecil diantararahasia tersebut selebihnya hanya Allah S.W.T.yang mengetahuinya .
Musikus mestik India Hazrat Inayat Khan, yang membawa beberapa pemikiran sufi ke Barat pada awal abad ini berkata “Orang yang tak pernah mengerjakan Sholat bagaimanapun takpunya harapan untuk maju,” karena setiap sikap dan gerakan badan mempunyai arti yang sangat bagus dan efek tertentu………………...
Shalat merupakan praktik lahir dan batin: Serangkaian latihan jasmani. Bahkan ada yang menyatakan sebagai yoga asanas, dan makanan ruhaniah yang paling kaya. Dalam pemikiran kaum sufi “lebih baik mati dari pada tidak shalat.

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
qul inna shalaatii wanusukii wamahyaaya wamamaatii lillaahi rabbi al'aalamiina
“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S Al-An'aam 6 : 162)
لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
laa syariika lahu wabidzaalika umirtu wa-anaa awwalu almuslimiina
“Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (Q.S Al-An'aam 6: 163)
Dalam surah Al-Ma’un(107):4-7 Allah menegaskan:
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ
fawaylun lilmushalliina
[107:4] Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
alladziina hum 'an shalaatihim saahuuna
[107:5] (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
الَّذِينَ هُمْ يُرَاؤُونَ
alladziina hum yuraauuna
[107:6] orang-orang yang berbuat riya1604,
وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ
wayamna'uuna almaa'uuna
“dan enggan (menolong dengan) barang berguna. “ Qs.107:4-7
Hakekat shalat ialah menginat Allah SWT.; shalat merupakan bukti pengabdian kepada penciptanya. Shalat adalah media pendekatan diri kepada Allah SWT. yang paling efektif, karena pelaksanaannya merupakan bukti kongkrit penghambaan kepada-Nya. maka shalat merupakan pembeda antara prang muslim dengan orang kafir. Orang islam yang mengabaikan shalat mendapat ancaman dari Allah sebagai orang yang celaka atau sia-sia hidupnya. Atau orang yang melakukan shalat dan menganggap shalat itu tidak begitu penting baginya sehingga dalam shalat pikirannya kacau dan hatinya tidak mau tunduk kepada ke Besaran Allah. Swt.
Selanjutnya, Allah menegaskan bahwa ada sebagian orang yang melakukan amal kebaikan, termasuk shalat, untuk memperlihatkan amalnya kepada manusia. Tindakan seperti ini disebut “Ria” sikap ria lawannya iklhas. Ria’ artinya melakukan amal kebaikan karena mengharapkan pujian atau penghargaan dari manusia; sedangkan iklhas ialah mengerjakan kebaikan karena mengharapkan keridhaan Allah semata. Sikap tulus dan penuh ketaatan kepada Allah serta memahami secara benar apa yang diamalkannya disebut “Ikhlas”.

Selasa, 13 Januari 2009

Bumi Lembaga Pendidikan

“Manusia tidak datang kebumi bukan untuk tinggal selam-lamanya”

“Manusia datang kebumi bukan untuk tinggal selam-lamanya dan juga bukan untuk memerankan lakuon-lakon sandiwara atau untuk bersenang-senang, tetapi manusia datang kebumi untuk suatu misi pendidikan, pembelajaran dan kelak pada akhirnya akan di wisuda sebagai akhir dari pengajaran/pendidikan yaitu kiamat akbar”

Bahwa kehidupan, dilihat dari permulaan hingga akhirnya, adalah satu rangkaian pendidikan dari jaman ke jaman hingga akhirnya.

“Kehidupan adalah lembaga pendikikan, suatu tingkatan zaman ke zaman hingga akhirnya.

Dari zaman Nabi pertama turun yaitu Nabi Adam As. hingga pada Nabi akhir zaman Muahammad saw.

Pada zaman Nabi Adam as. hingga zaman Nabi Musa A.s. sistem pengajaran belum melalui kitab, masih berupa gambar-gambar atau brosur-brosur kecil yang disebut “Surf”, ini setaraf tingkatan taman kanak-kanak yang belum mengenal tulisan. Pada zaman Nabi Musa A.s. selain menerima surf beliau juga menerima kitab yaitu “Taurat” yang berisi hukum-ukum kemasyarakatan, jaman ini setaraf dengan tingkatan sekolah dasar atau “SD”. Pada zaman Nabi Daud. A.s. menerima kitab “Zabur” yang berisi pujian-pujian terhadap Tuhan, yang berupa syair-syair lagu, jaman ini setaraf dengan tingkatan sekolah menengah pertama atau “SMP”. Dan pada zaman Nabi Isa. A.s. menerima kitab “Injil” sebagai pelengkap kitab Taurat dan Zabur, jaman ini setaraf dengan tingkatan sekolah menengah pertama atau “SMA”.dan yang terakhir Nabi Akhir Zaman yaitu Muhammad s.a.w. beliau menerima kitab Al-Qur’an sekaligus sebagai kitab penutup dan kitab terakhir diturunkan Allah swt. yang dibawa oleh malaikat Jibril A.s jaman ini setaraf dengan tingkatan “Perguruan Tinggi” dan kelak jika sudah datang batas waktunya yang ditentukan Allah. Swt. semua akan diperlihatkan catatan-catatan kehidupan. Setaraf dengan para Wisudawan-wisudawan, bagi yang memenuhi syarat.

Bs. Sutan Mangkuto